Main » 2010»March»17 » PUISI TANAH AIR: SONETA, SYAIR ATAUKAH PANTUN?
19:30:05
PUISI TANAH AIR: SONETA, SYAIR ATAUKAH PANTUN?
PUISI TANAH AIR: SONETA, SYAIR ATAUKAH
PANTUN?
Oleh: Gilang Nugraha
Mari kita baca dan perhatikan
terlebih dahulu puisi Tanah Air karya M. Yamin berikut.
pada
batasan, bukit barisan
memandang
aku, ke bawah memandang
tampak
hutan rimba dan ngarai
lagi
pun sawah sungai yang permai
serta
gerangan lihatlah pula
langit
yang hijau bertukar warna
oleh
pucuk daun kelapa
itulah
tanah, tanah airku
sumatra
namanya, tumpah darahku
sesayup
mata, hutan semata
bergunung
bukit lembah sedikit
lauh
di sana, di sebelah situ
dipagari
gunung satu per satu
adalah
gerangan sebuah surga
bukannya
janat bumi kedua
firdaus
melayu di atas dunia
itulah
tanah yang kusayangi
sumatra
namanya, yang kujunjungi
pada
batasan, bukit barisan
memandang
ke pantai teluk permai
tampaklah
air, air segala
itulah
laut samudra hindia
tampaklah
ombak, gelombang pelbagai
memecah
ke pasir lalu berderai
ia
memekik berandai-andai
"wahai
Andalas pulau sumatra,
"Harumkan
nama, selatan utara!
(Jong Sumtra, Th. III, no 4,
april 1920, h. 52)
Puisi Tanah Air merupakan puisi modern yang diciptakan M. Yamin pada
tahun 1920-an. Menarik sekali, karena puisi ini merupakan bentuk soneta pertama
yang menandakan pertumbuhan persajakan indonesia. Puisi soneta merupakan puisi
barat yang berasal dari Italia. Namun M. Yamin sangat cerdas, dia tidak
mengambil soneta secara mentah-mentah melainkan dengan memadukannya dengan
budaya bangsa. Ia tidak begitu saja menerima konsep barat, walaupun
pendidikannya banyak dihabiskan di pendidikan barat ia tetap membawakan
nilai-nilai kecintaannya terhadap tanah air dan semangat nasionalisme. Mungkin
sekali ini disebabkan oleh faktor lingkungan dan keluarga, dimana orangtua M.
Yamin merupakan kepala suku adat di Minangkabau. Dan sejak kecil selalu
dibekali dengan ilmu agama dan adat istiadat. Maka jelas, Dia tidak akan pernah
kebarat-baratan dalam karya-karyanya. Yang dia ambil dari soneta hanyalah
bentuknya saja, di mana setiap barisnya berisikan 9-14 buah kata. Sifat
melankolik yang ada pada soneta barat pun ada dalam puisi Tanah Air ini.
Contohnya kita ambil dari bait kedua
sesayup mata, hutan semata
bergunung bukit lembah sedikit
lauh di sana, di sebelah situ
dipagari gunung satu per satu
adalah gerangan sebuah surga
bukannya janat bumi kedua
firdaus melayu di atas dunia
itulah tanah yang kusayangi
sumatra namanya, yang kujunjungi
Apa melankolis itu? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 571),
melankolis adalah pembawaan fisik yang lamban, pendiam, murung dan sayu. Dapat
kita artikan, melankolis dalam puisi merupakan kesayu-sayuan dalam puisi atau
puisi yang mendayu-dayu. Sangat jelas puisi Tanah air ini sangat mendayu-dayu
dan kita dapat merasakannya.
Sekarang yang menjadi pertanyaannya adalah di mana ciri-ciri puisi
indonesia dalam puisi Tanah Air di atas? Coba kita perhatikan puisi Tanah Air
sekali lagi! Kita dapat merasakan puisi tersebut seolah-olah mengisahkan kita
tentang alam di mana M. Yamin ketika itu hidup. Contohnya bisa kita lihat pada
bait pertama
tampak hutan rimba dan ngarai
lagi pun sawah sungai yang permai
serta gerangan lihatlah pula
langit yang hijau bertukar warna
oleh pucuk daun kelapa
Sangat jelas pencitraan M. Yamin tentang bagaimana Tanah Airnya. Hutan
rimba dengan ngarai, sungai dan sawah menghiasinya serta di bawah naungan
langit yang berwarna hijau karena terbias dengan warna pucuk daun kelapa.
Berkisah, inilah ciri-ciri puisinya di atas. Dengan demikian, puisi M. Yamin
ini sangat dekat sekali dengan syair yang memang merupakan puisi yang
mengisahkan sesuatu. Dan yang kedua, puisinya di atas terasa menggambarkan alam
yang merupakan suasana sebuah pantun. Syair dan pantun sendiri merupakan puisi
lama Indonesia. Oleh sebab itu, di sinilah ciri-ciri bahwa puisi Tanah Air ini
tak lepas dari puisi lama Indonesia yang berbentuk syair dan pantun.
Perpaduan antara syair, pantun dan Soneta menghasilkan karya Tanah Air
yang menjadikannya sebagai tonggak perkembangan puisi modern di Indonesia.
Pembaharuannya terhadap perpuisian Indonesia menjadikannya pemula penyair dalam
khasanah Sastra Indonesia Modern.
Sumber Bacaan:
Djoko Pradopo,
Rachmat. 2007. Beberapa Teori sastra,
Kritik dan penerapannya.